Teori Konseling

Pendekatan konseling (counseling approach) disebut juga teori konseling merupakan dasar bagi suatu praktek konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika dapat dipahami berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, akan memudahkan dalam menentukan arah proses konseling. Berikut ini dikemukakan beberapa pendekatan konseling yang terkenal di dunia.
A.    Pendekatan Psikoanalisis (Teori Konseling Psikoanalisis)
Aliran Psikoanalisis dipelopori oleh seorang dokter psikiatri yaitu Sigmund Freud tahun 1896. Ia mengemukakan pandangannya bahwa struktur kejiwaan manusia sebagian besar terdiri dari alam ketaksadaranalam kesadaran dapat diumpamakan puncak gunung es yang muncul di tengah laut, sedangkan sebagian besar gunung es yang terbenam diibaratkan alam ketaksadaran manusia.
Pengertian Psikoanalisis mencakup tiga aspek:
  1. Sebagai metode penelitian proses-proses psikis
  2. Sebagai suatu teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis
  3. Sebagai Teori Kepribadian
      Di dalam gerakannya, Psikoanalisis mempunyai beberapa prinsip yakni:
  1. Prinsip konstansi, artinya bahwa kehidupan psikis manusia cenderung untuk mempertahankan kuantitas konflik psikis pada taraf yang serendah mungkin, atau setidak-tidaknya taraf yang stabil.
  2. Prinsip kesenangan, artinya kehidupan psikis manusia cenderung menghindarkan ketidaksenangan dan sebanyak mungkin memperoleh kesenangan
  3. Prinsip realitas, yaitu prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan keadaan nyata.
Tujuan konseling aliran psikoanalisis adalah untuk membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal yang tak disadari menjadi sadar kembali. Proses konseling dititikberatkan pada usaha konselor agar klien dapat menghayati, memahami dan mengenal pengalaman-pengalaman masa kecil terutama antara umur 2-5 tahun.

Teknik konseling
Ada lima teknik dasar dari konseling psikoanalisis yaitu:
1.      Asosiasi bebas
Tujuan teknik ini adalah untuk mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatik masa lalu. Klien diupayakan untuk menjernihkan alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari, sehingga mudah mengemukakan pengalaman masa lalu.
2.      Interpretasi
Adalah teknik yang digunakan oleh konselor untuk menganalisis asosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien. Tujuanya agara ego klien dapat mencerna materi bar dan mempercepat proses penyadaran.
3.      Analisis mimpi
Yaitu suatu teknik untuk membuka hal-hal yang tak disadari dan memberi kesempatan klien untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan.
4.      Analisis resistensi
Analisis ini ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap alasan-alasan terjadinya resistensinya. Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensi.
5.      Analisis transferensi
Konselor mengusahakan agar klien mengembangkan transferensinya agar terungkap neurosisnya terutama pada usia selama lima tahun pertama dalam hidupnya.
B.     Terapi Terpusat pada Klien (Teori Client-Centered Therapy)
Client Centered Therapy sering disebut Psikoterapi Non-Directive adalah suatu metode perawatan psikis yang dilakukan dengan cara berdialog antara konselor dengan klien, agar tercapai gambaran yang serasi antara ideal self dengan actual self. Terapi Terpusat pada Klien dikembangkan olmeh Carl Ransom Rogers tahun 1942 yang bertujuan untuk membina kepribadian klien secara integral, berdiri sendiri dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah sendiri.
Kepribadian yang integral adalah struktur kepribadian tidak terpecah artinya sesuai antara gambaran tentang diri yang ideal dengan kenyataan yang sebenarnya.kepribadian yang berdiri sendiri adalah yang mampu menentukan pilihan sendiri atas dasar tanggung jawab dan kemampuan. Sebelum menentukan pilihan tentu individu harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya.
Ciri-ciri terapi ini adalah:
  1. Ditujukan kepada klien yang sanggup memecahkan masalahnya agar tercapai kepribadian klien yang terpadu
  2. Sasaran konseling adalah aspek emosi dan perasaan, bukan segi intelektualnya
  3. Titik tolak konseling adalah keadaan individu termasuk kondisi sosial psikologis masa kini dan bukan pengalaman masa lalu
  4. Proses konseling bertujuan untuk menyesuaikan antara ideal self dengan actual self
  5. Peranan yang aktif dalam konseling dipegang oleh klien, sedangkan konselor adalah pasif reflektif, artinya tidak semata-mata diam dan pasif akan tetapi berusaha membantu agar klien aktif memecahkan masalahnya.
Teknik konseling
Teknik konseling Rogers berkisar antara lain pada cara-cara penerimaan pernyataan dan komunikasi, menghargai orang lain dan memahami klien. Karena itu dalam pelaksanaan teknik konseling amat diutamakan sifat-sifat konselor berikut:
1.  Acceptance, artinya konselor menerima klien sebagaimana adanya dengan segala masalahnya
2.   Congruence, artinya karakteristik konselor adalah terpadu sesuai kata dengan perbuatan dan konsisten
3.    Understanding, artinya konselor harus dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia klien sebagaimana dilihat dari dalam diri klien
4.   Nonjudgemental, artinya tidak memberi penilaian terhadap klien, akan tetapi konselor selalu objektif.
C.     Terapi Gestalt (Teori Gestalt)
Terapi ini dikembangkan oleh Frederick S. Pearl (1894-1970) yang didasari oleh empat aliran yakni psikoanalisis fenomenologis, eksistensialisme dan psikologi gestalt. Menurut Pearls individu itu selalu aktif sebagai keseluruhan. Individu bukanlah jumlah dari bagian-bagian atau organ-organ semata. Individu yang sehat adalah yang seimbng antara ikatan organisme dengan lingkungan. Karena itu pertentangan antara keberadaan sosial dengan biologis merupakan konsep dasar Terapi Gestalt.
Menurut Pearls banyak sekali manusia yang mencoba menyatakan apa yang seharusnya daripada menyatakan apa yang sebenarnya. Perbedaan aktualisasi gambaran diri dan aktualisasi diri benar-benar merupakan kritis pada manusia itu.
Menurut Teori Gestalt, tujuan konseling adalah membantu klien menjadi individu yang merdeka dan berdiri sendiri. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan:
  1. Usaha membantu penyadaran klien tentang apa yang dilakukannya
  2. Membantu ppenyadaran tentang siapa dan hambatan dirinya
  3. Membantu klien untuk menghilangkan hambatan dalam pengembangan penyadaran diri
Landasan Bagi Proses Konseling
Proses konseling mengikuti lima hal yang penting sebagai berikut:
1.      Pemolaan (patterning)
Pemolaan terjadi pada awal konseling yaitu situasi yang tercipta setelah konselor memperoleh fakta atau penjelasan mengenai sesuatu gejala, atau suatu permohonan bantuan dan konselor segera memberikan jawaban. Situasi awal in diwarnai dengan emosional dan intuitif.
2.      Pengawasan (control)
Kontrol adalah tindakan konselor setelah pemolaan. Kontrol merupakan kemampuan konselor untuk meyakinkan atau memaksa klien untuk mengikuti prosedur konseling yang telah disiapkan konselor yang mungkin mencakup variasi kondisi.
3.      Potensi
Yaitu usaha konselor untuk mempercepat terjadinya perubahan perilaku dan sikap serta kepribadian. Hal ini bisa terjadi dalam hubungan konseling yang bersifat terapeutik. Salah satu cara adalah mengintegrasikan penyadaran klien secara keseluruhan.
4.      Kemanusiaan
Kemanusiaan mencakup hal-hal sebagai berikut:
a.       Perhatian dan pengenalan konselor terhadap klien secara pribadi dan emosional
b.     Keinginan konselor untuk mendampingi dan mendorong klien pada respon emosional atau menjelaskan pengalamannya
c.  Kemampuan konselor untuk memikirkan perkiraan kearah kepercayaan klien dan membutuhkan dorongan dan pengakuan keterbukaan konselor yang kontinu sehingga merupakan modal bagi klien untuk perubahan perilaku
5.      Kepercayaan
Dalam konseling diperlukan kepercayaan, termasuk:
a.       Perhatian dan pengenalan konselor terhadap diri sendiri dalam hal jabatan
b.      Kepercayaan konselor terhadap diri sendiri untuk menangani klien secara individual
c.  Kepercayaan diri untuk mengadakan penelitian dan pengembangan. Dalam hal ini dituntut kreativitas konselor dalam usaha membantu klien dengan cara pengembangan teori yang ada
D.    Logo Therapy Frankl (Terapi Logo/ Teori Logo)
Terapi Logo (Logo Therapy) dikembangkan oleh Frankl pada tahun 1938. Terapi logo bertujuan agar dalam masalah yang dihadapi klien dia bisa menemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu klien akan dapat membantu dirinya sehingga bebas dari masalah tersebut.
Terapi logo menjelaskan mengenai makna (logo) kehidupan, makna penderitaan, kebebasan rohani dan tanggung jawab terhadap Tuhan dan manusia dan makhluk lainnya. Kebebasan fisik boleh dirampas akan tetapi kebebasan rohani tak akan hilang dan terampas, dan hal itu menimbulkan kehidupan itu bermakna dan bertujuan. Kebebasan rohani artinya kebebasan manusia dari godaan nafsu, keserakahan dan lingkungan yang penuh dengan persaingan dan konflik. Untuk menunjang kebebasan rohai itu dituntut tanggung jawab terhadap Tuhan, diri dan manusia lainnya. Menjadi manusia adalah kesadaran dan tanggung jawab.
Makna hidup itu harus dicari oleh manusia. Didalam makna tersebut tersimpan nilai-nilai yaitu: (1) Nilai kreatif, (2) Nilai pengalaman, dan (3) Nilai sikap. Dengan dorongan untuk mengisi nilai-niali itu maka kehidupan akan bermakna. Makna hidup yang diperoleh manusia akan meringankan beban atau gangguan kejiwaan yang dialaminya.
E.     Rational Emotive Therapy (RET)
RET dikembangkan oleh seorang eksistensialis Albert Ellis pada 1962. Aliran ini dilatarbelakangi oleh filsafat eksistensialisme yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subyek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti; manusia bebas, berpikir, bernafsu dan berkehendak.
RET menolak pandangan aliran psikoanalisis. Menurut Ellis bukanlah pengalaman atau peristiwa eksternal yang menimbulkan emosional, akan tetapi tergantung kepada pengertian yang diberikan terhadap peristiwa atau pengalaman itu. Gangguan emosi terjadi disebabkan pikiran-pikiran seorang yang bersifat irrasional terhadap peristiwa dan pengalaman yang dilaluinya.
Konsep dasar RET yang dikembangkan Albert Ellis adalah sebagai berikut:
  1. Pemikiran manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional. Reaksi emosional yang sehat maupun yang tidak, bersumber dari pemikiran itu.
  2. Manusia mempunyai potensi pemikiran rasional dan irrasional. Dengan pemikiran rasional dan inteleknya manusia dapat terbebas dari gangguan emosional
  3. Pemikiran irrasional bersumber pada disposisi biologis lewat pengalaman masa kecil dan pengaruh budaya.
  4. Pemikiran dan emosi tak dapat dipisahkan
  5. Berpikir logis dan tidak logis dilakukan dengan simbol-simbol bahasa
  6. Pada diri manusia sering terjadi self-verbalization. Yaitu mengatakan sesuatu terus-menerus kepada sirinya
  7. Pemikiran tak logis-irrasional dapat dikembalikan kepada pemikiran logis dengan reorganisasi persepsi. Pemikiran tak logis itu merusak dan merendahkan diri melalui emosionalnya. Ide-ide irrasional bahkan dapat menimbulkan neurosis dan psikosis. Sebuah contoh ide irrasioanl adalah “seorang yang hidup dalam masyarakat harus mempersiapkan diri secara kompeten dan adekuat, agar ia dapat mencapai kehdupan yang layak dan berguna bagi masyarakat.” Pemikiran yang lain adalah “sifat jahat, kejam, dan lain-lain harus dipersalahkan dan dihukum”.

RET bertujuan untuk memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan klien yang irrasional menjadi rasional, sehingga ia dapat mengembangkan diri dan mencapai realisasi diri yang optimal. Menghilangkan gangguan yang dapat merusak diri seperti: benci, takut, rasa bersalah, cemas, was-was, marah, sebagai akibat berpikir yang irrasional, dan melatih serta mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan diri, nilai-nilai dan kemampuan diri.
Teknik Konseling
Berikut ini beberapa teknik konseling RET dapat diikuti, antara lain adalah teknik yang berusaha menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri yang terdiri atas:
1.      Assertive training. Yaitu melatih dan membiasakan klien terus-menerus menyesuaikan diri dengan perilaku tertentu yang diinginkan
2.      Sosiodrama. Yaitu semacam sandiwara pendek tentang masalah kehidupan sosial
3.  Self modeling. Yaitu teknik yang bertujuan menghilangkan perilaku tertentu, dimana konselor menjadi model, dan klien berjanji akan mengikuti
4.     Social modeling. Yaitu membentuk perilaku baru melalui model sosial dengan cara imitasi, observasi
5. Teknik reinforcement. Yaitu memberi reward terhadap perilaku rasional atau memperkuatnya (reinforce)
6.      Desensitisasi sitematik
7.      Relaxation
8.      Self control
9.      Diskusi
10.  Simulasi, dengan bermain peran antara konselor dengan klien
11.  Homework assignment (metode tugas)
12.  Bibliografi (memberi bahan bacaan)

Kesimpulan
Teori konseling merupakan dasar bagi suatu praktek konseling. Teori atau pendekatan konseling dirasakan penting karena jika dapat dipahami berbagai teori konseling, akan memudahkan dalam menentukan arah proses konseling. Memilih satu teori konseling secara fanatic dan kaku adalah kurang bijaksana. Hal ini disebabkan satu teori biasanya dilatarbelakangi oleh paham tertentu yang mungkin sepenuhnya tidak sesuai dengan paham lainnya. Selain itu, layanan konseling yang dilakukan berdasarkan aliran tertentu kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta kondisi sosial, budaya dan agama. Untuk mengatasi hal ini, perlu pendekatan atau teori yang dilakukan dalam konseling bukan teori tunggal untuk semua kasus yang akan diselesaikan. Namun perlu dicoba secara kreatif memilih bagian-bagian dari teori yang relevan dan diterapkan kepada kasus yang dihadapi.
Dari semua teori yang dijelaskan, manusia memiliki alam ketidaksadaran yang perlu disadarkan kembali. Setiap teori memiliki teknik yang berbeda. Namun pada intinya, setiap teori menjelakan bahwa tujuan dari adanya konseling agar klien dapat memecahkan masalah pribadi yang dihadapinya dan dapat berdiri sendiri sehingga mendapatkan rasa kepercayaan diri dan merdeka.



Daftar Pustaka

Damanik, M S. 2014. Makalah Teori-Teori Konseling. Diakses pada tanggal 20 Februari 2014 di http://makalah-bimbingan-konseling.blogspot.com
Willis, Sofyan S. 2013. Konseling Individul, Teori dan Praktek. Alfabeta: Bandung
http://olcounseling.weebly.com/teori-teori-konseling.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ISO 14000 dan Perannya dalam Standardisasi Pengelolaan Pertanian yang Ramah Lingkungan

Pengalaman Berkomunikasi dengan Orang Baru